Perkotaan adalah pusat aktivitas manusia, mulai dari perumahan, perkantoran, hingga industri, semuanya terkonsentrasi di wilayah yang terbatas. Padatnya bangunan dan tingginya aktivitas membuat ruang terbuka hijau semakin berkurang, sementara kebutuhan akan sistem infrastruktur semakin meningkat. Salah satu infrastruktur vital yang sering luput dari perhatian, padahal dampaknya sangat besar, adalah sistem drainase perkotaan. Drainase berperan penting dalam mengatur aliran air hujan agar tidak menimbulkan genangan atau bahkan banjir. Tanpa sistem drainase yang baik, kota modern sekalipun bisa lumpuh hanya karena curah hujan tinggi dalam beberapa jam.
Drainase secara sederhana dapat diartikan sebagai sistem untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan tanah agar tidak menimbulkan gangguan. Dalam konteks perkotaan, drainase memiliki fungsi yang lebih kompleks, bukan hanya sekadar menyalurkan air, tetapi juga mengendalikan aliran permukaan, menjaga kualitas lingkungan, hingga mencegah kerusakan infrastruktur. Oleh karena itu, sistem drainase tidak bisa dipandang hanya sebagai saluran air biasa, melainkan sebagai bagian integral dari tata kelola kota yang berkelanjutan.
Permasalahan drainase perkotaan sering kali muncul karena pertumbuhan kota yang tidak diimbangi dengan perencanaan infrastruktur. Banyak kota di Indonesia menghadapi banjir musiman yang seolah sudah menjadi “agenda tahunan”. Penyebab utamanya bisa beragam, mulai dari saluran yang tersumbat sampah, kapasitas saluran yang tidak mencukupi, hingga berkurangnya daerah resapan air karena alih fungsi lahan. Situasi ini diperparah oleh curah hujan ekstrem yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim global.
Untuk menjawab tantangan tersebut, sistem drainase perkotaan perlu dirancang dengan prinsip berkelanjutan. Artinya, tidak hanya fokus pada membuang air secepat mungkin, tetapi juga memperhatikan keseimbangan lingkungan. Salah satu pendekatan yang kini banyak digunakan adalah konsep Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS). Konsep ini menekankan bahwa air hujan tidak seharusnya langsung dibuang ke sungai, melainkan dikelola agar bisa meresap ke tanah, disaring, atau bahkan dimanfaatkan kembali. Dengan cara ini, risiko banjir bisa dikurangi sekaligus menjaga ketersediaan air tanah.
Beberapa solusi yang bisa diterapkan dalam sistem drainase perkotaan antara lain pembangunan saluran terbuka dan tertutup yang terintegrasi dengan baik. Saluran terbuka seperti kanal dan parit berfungsi menyalurkan air dalam jumlah besar, sementara saluran tertutup seperti gorong-gorong dipakai di area padat penduduk. Keduanya harus dirancang dengan kapasitas yang sesuai, serta rutin dibersihkan agar tidak tersumbat. Drainase yang baik bukan hanya soal konstruksi, tetapi juga soal pemeliharaan. Tanpa pemeliharaan, saluran yang dirancang dengan teknologi terbaik sekalipun bisa gagal berfungsi.
Selain saluran, solusi lain yang semakin populer adalah sumur resapan dan biopori. Kedua teknologi sederhana ini sangat efektif untuk membantu air hujan meresap ke tanah. Dengan adanya resapan, beban saluran drainase berkurang, sementara cadangan air tanah bisa terisi kembali. Dalam skala kota, pembangunan taman kota dengan permukaan berpori juga berperan penting sebagai daerah resapan. Konsep ini menunjukkan bahwa drainase perkotaan tidak melulu tentang beton dan gorong-gorong, tetapi juga bisa menyatu dengan elemen hijau kota.
Teknologi modern juga mulai digunakan untuk memperkuat sistem drainase. Misalnya, penggunaan sensor IoT yang bisa memantau ketinggian air di saluran secara real-time, atau sistem peringatan dini banjir yang terhubung dengan aplikasi masyarakat. Dengan data yang akurat, pemerintah kota bisa mengambil langkah cepat saat hujan deras datang, seperti mengaktifkan pompa air atau membuka pintu air. Inovasi ini sangat penting untuk mengurangi risiko banjir di kota-kota besar dengan populasi jutaan orang.
Namun, tantangan terbesar dalam pengelolaan drainase perkotaan sebenarnya bukan hanya soal teknis, melainkan juga manajemen dan perilaku masyarakat. Banyak kasus banjir yang terjadi karena saluran tersumbat sampah rumah tangga. Artinya, sebaik apapun desain sistem drainase, jika masyarakat tidak peduli menjaga kebersihan, hasilnya tetap akan gagal. Oleh karena itu, edukasi dan partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan drainase berfungsi optimal.
Dari sisi perencanaan, pengendalian tata ruang kota juga memiliki peran besar. Kawasan resapan air sebaiknya tidak sepenuhnya diubah menjadi area terbangun. Pengembang perumahan atau kawasan komersial perlu diwajibkan menyediakan area hijau dan sistem resapan internal. Regulasi seperti ini membantu mengurangi beban drainase kota. Pemerintah daerah harus berani menetapkan aturan ketat agar pembangunan tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan.
Selain itu, ada juga pendekatan eko-drainase, yaitu sistem drainase yang meniru siklus air alami. Dalam konsep ini, air hujan diperlakukan bukan sebagai limbah, tetapi sebagai sumber daya. Air hujan ditampung, disaring, lalu digunakan kembali untuk keperluan tertentu seperti menyiram tanaman atau kebutuhan non-konsumsi lainnya. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi beban drainase, tetapi juga menghemat penggunaan air bersih. Beberapa kota besar di dunia bahkan sudah mulai menerapkan sistem ini secara luas, dan hasilnya terbukti efektif dalam menekan masalah banjir perkotaan.
Dari sisi ekonomi, investasi pada sistem drainase sering kali dianggap mahal. Namun, jika dibandingkan dengan kerugian akibat banjir, biaya tersebut sebenarnya jauh lebih kecil. Banjir bisa merusak infrastruktur, melumpuhkan aktivitas ekonomi, dan mengancam keselamatan masyarakat. Dengan sistem drainase yang handal, kota bisa lebih tangguh menghadapi perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Drainase bukan hanya infrastruktur pendukung, tetapi bagian dari strategi besar pembangunan kota berkelanjutan.
Kita juga tidak boleh melupakan aspek pemeliharaan jangka panjang. Banyak proyek drainase yang gagal bukan karena salah desain, melainkan karena kurangnya pemeliharaan. Lumpur, sampah, dan sedimen yang menumpuk akan mengurangi kapasitas saluran. Oleh sebab itu, pemeliharaan rutin harus dijadikan agenda tetap, bukan sekadar program darurat ketika banjir datang. Di sinilah sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci.
Jika dilihat dari perspektif teknik sipil, sistem drainase perkotaan adalah salah satu wujud nyata bagaimana ilmu dan teknologi dapat memberikan dampak langsung bagi kehidupan sehari-hari. Seorang insinyur sipil tidak hanya dituntut mampu merancang saluran, tetapi juga memahami dinamika sosial, lingkungan, dan ekonomi yang menyertainya. Drainase yang efektif bukan hanya soal mengalirkan air, melainkan juga soal menjaga keseimbangan ekosistem dan menjamin keberlanjutan kota.
Pada akhirnya, sistem drainase perkotaan adalah fondasi penting untuk menciptakan kota yang nyaman, aman, dan tangguh menghadapi tantangan masa depan. Dengan perencanaan yang matang, teknologi yang tepat, manajemen yang baik, serta partisipasi aktif masyarakat, banjir bukan lagi harus dianggap sebagai “nasib” yang tidak bisa dihindari. Sebaliknya, banjir bisa dikendalikan, dan kota bisa terus berkembang tanpa harus mengorbankan kenyamanan dan keselamatan penghuninya.